Sabtu, 26 November 2011

Hati-Hati Menabrak Babi Di Papua

Asal ada babi untuk dipanggang. Asal banyak ubi untuk kumakan.
Aku cukup senang, aku cukup senang. Dan aku pun tenang.
(Lembah Baliem-Slank)

Tiap daerah di Bumi Pertiwi ini memiliki adat-istiadat, tradisi, khazanah dan keunikan sendiri-sendiri. Demikian pula dengan Papua. Pulau di ujung timur Indonesia ini memiliki segalanya; kekayaaan sumber daya alam, keindahan buminya, maupun keragaman budayanya.
Namun, ada satu keunikan tradisi Papua yang tak boleh dibuat main-main; jangan menabrak babi sembarangan jika hewan ini melintas di jalanan yang anda lalui. Atau jangan berurusan dengan babi, kalau hidup anda tak ingin dibuat repot!
Saking berharganya babi di Papua, binatang menyusui ini menempati posisi vital dalam kehidupan suku-suku di Bumi Cendrawasih tersebut. Apalagi babi betina. "Lebih baik anda menabrak nenek-nenek, ketimbang menabrak babi di sini," kata Irfan, salah seorang pemilik penyewaaan mobil di Jayapura.
Menurut lajang keturunan Jawa yang lahir di Papua ini, resiko menabrak babi jauh lebih besar ketimbang menabrak manusia. Dendanya sangat berat jika babi yang ditabrak mati. Orang sini akan menghitung jumlah putingnya, lalu dikalikan dengan duit sebesar Rp 1-2 juta.
"Kalau babi itu ukuran sedang, maka putingnya dihargai Rp 1 juta. Tapi kalau besar, bisa mencapai Rp 2 juta per puting. Jika anda menabrak babi betina dengan puting berjumlah 12 biji, maka siap-siap saja menggelontorkan fulus sebesar Rp 24 juta," jelas Irfan, sambil tersenyum.
Kenapa harus berdasarkan putingnya? Bagi warga Papua, babi betina sangat penting dalam pengembangbiakan babi. Anak-anak babi akan menyusu di puting induknya, sehingga harus dijaga dengan baik. Jika babi betina mati, otomatis ia takkan dapat melahirkan anak lagi. Dan si empunya takkan mendapatkan babi. "Oleh sebab itulah, kenapa babi betina sangat berharga di sini," kata Irfan.
Selain itu, babi juga dapat digunakan sebagai mahar perkawinan atau untuk denda. Misalnya, jika seorang istri disakiti oleh suaminya, atau KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) istilah kerennya. Lalu sang istri mengadu kepada keluarganya, maka keluarga besarnya akan menuntut kepada si suami. Tentu saja, tuntutannya adalah babi. Berapa jumlahnya? Tergantung negosiasi pihak keluarga istri dan si suami pelaku KDRT itu.
Namun, tuntutan ini tak terlalu saklek (mutlak) juga. "Yang kerap terjadi, jika negonya lancar dan mulus-mulus saja, maka tuntutan yang semula 15 ekor babi, bisa turun jadi seekor," tutur Grace Tombilayuk, dokter umum di RSUD Mulia Puncak Jaya, yang kerap berhubungan dengan warga setempat.
Saking mahalnya babi, tak jarang jika gadis-gadis pendatang di Papua memasang tarif belasan ekor babi kepada pemuda lokal yang mencoba melamar mereka. Hal ini dilakukan untuk menghindari agar si pemuda tak mampu memenuhi syarat yang ditetapkan sang gadis.
Bahkan, gadis seperti Annisya Muharti pun memasang target serupa jika dirinya dilamar pemuda lokal. "Saya mau dilamar pemuda di sini dengan maskawin 15 ekor babi," canda dokter gigi di RSUD Mulia ini.
Mungkin bagi Nisya, 15 ekor babi itu tak bakal bisa dipenuhi pemuda setempat. Bagaimana kalau ternyata ada pemuda yang mampu memenuhi target yang ditetapkan sang dokter? Wah, itu sih udah jodohnya, kali!


Sumber
REPUBLIKA.CO.ID