Ada kalanya kakak dan adik menekuni dunia kerja yang sama. Bagaimana jika dunia tersebut adalah dunia sepakbola? Rasanya mencengangkan karena ada setidaknya dua orang dari satu keluarga yang namanya mendunia. Namun, rasanya juga menyesakkan jika sang kakak atau sang adik tidak sesukses saudaranya. Siapa sajakah kakak-beradik yang sukses sebagai pesepakbola setidaknya sejak era 1990-an?
Skuad emas Ajax pada 1990-an menghasilkan pemain berkualitas semacam Edgar Davids, Edwin Van der Sar, Dennis Bergkamp, Jaap Stam, dan tentu saja si kembar Ronald dan Frank de Boer. Kakak-beradik ini “nyaris” selalu kompak di lapangan. Pernah tampil berdua di Ajax, keduanya melanjutkan kerjasama kala diboyong Louis van Gaal ke Barcelona; dan membuat cita rasa Belanda begitu kental di klub Catalan tersebut pada peralihan dekade 1990-an ke dekade 2000-an.
Dibandingkan sang kakak, Frank yang menjadi palang pintu memang sedikit lebih sukses. Frank tampil untuk timnas Belanda sebanyak 112 kali sedangkan Ronald 67 kali. Uniknya, keduanya sama-sama mencetak 13 gol untuk Belanda.
Kini, Frank menjabat sebagai pelatih Ajax sedangkan Ronald menjadi komentator sepakbola di Qatar, tempatnya menutup karier.
2. Filippo-Simone Inzaghi
Filippo Inzaghi yang konon menurut Sir Alex Ferguson bahkan terlahir dalam posisi offside, mengguncang dunia terlebih dahulu daripada sang adik. Pippo, demikian sapaannya pernah begitu gemilang kala berduet dengan Del Piero di Juventus. Keduanya bahkan senantiasa menjadi teror bagi lini pertahanan tim manapun di Serie A.
Ketika bercerai dengan Del Piero dan pindah ke AC Milan, Pippo sebenarnya tak muda lagi. Namun, kegarangannya masih bertahan. Bahkan, Pippo mampu memborong dua gol dalam Final Liga Champions 2007 kala Milan mengandaskan Liverpool 2-1. Pippo memadukan insting golnya yang tinggi dengan kelincahan dan kelicikan divingnya.
Dibandingkan sang kakak, Simone memang kurang cemerlang. Seperti halnya Pippo, Simone memulai karier di klub kotanya, Piacenza. Penampilan Simone yang memukau pada musim 1998/1999 membuatnya ditarik oleh Lazio. Semusim di kubu Biancocelesti, Simone membawa Lazio memenangi empat gelar: Piala Super Eropa, Liga Italia, Piala Italia, dan Piala Super Italia. Namun, seiring tenggelamnya Lazio, sinar Simone ikut meredup.
3. Garry-Phillip Neville
Kesuksesan Fergie Babes sejak awal 1990-an seperti David Beckham, Ryan Giggs, Paul Scholes, dan Roy Keane, juga membawa kakak-beradik Neville. Garry yang lebih tua sepenuhnya menjadi milik Manchester United. Lebih dari 20 tahun Gary bermain untuk Sir Alex Ferguson dan menutup karier musim ini.
Sementara itu, Phillip atau biasa disapa Pally, terdepak dari skuad utama Setan Merah pada awal 20. Ia kemudian melanjutkan karier di Everton. Di The Toffees, Pally sukses besar. Bahkan, ia menjadi kapten tim dan dipanggil ke skuad The Three Lions.
Kasus unik terjadi di keluarga Toure. Ketiga kakak-beradik ini menjadi pesepakbola. Kolo tampil super di Arsenal sebelum hijrah ke klub kaya baru, Manchester City. Pengalamannya sebagai bek tengah sempat mengantar Kolo menjadi kapten tim The Citizens sebelum digantikan oleh Carlos Tevez. Belakangan, Kolo yang guru mengaji ini malah tersandung kasus doping. Yaya, sang adik, beberapa kali pindah ke klub-klub Eropa sebelum tampil gemilang di Barcelona.
Yaya yang berposisi sebagai gelandang bahkan pernah menjadi bek tengah di klub yang kini diasuh Pep Guardiola ini. Ketika City memberikan tawaran bergabung dengan sang kakak, Yaya tidak mau membuang peluang. Di tim asuhan Roberto Mancini ini Yaya tampil sebagai gelandang serang mumpuni. 48 kali main, Yaya mencetak 11 gol; jumlah yang wah untuk ukuran gelandang.
Dibandingkan kedua kakaknya, Ibrahim memang tidak cemerlang. Di usianya yang 25 tahun, ia bermain untuk klub Makasa. Sebelumnya Ibrahim sempat bermain di Metalurh Donetsk dan OGC Nice, tapi ia tidak berkembang.
5. Rio-Anton Ferdinand
Kakak bermain sebagai bek tengah, demikian pula adiknya. Inilah yang terjadi pada kakak-beradik Ferdinand. Sang kakak, Rio, menjadi salah satu palang pintu West Ham tersukses. Kegemilangan Rio berlanjut di Leeds United sebelum hijrah ke Manchester United. Di kubu Setan Merah, Rio memenangkan segalanya di tingkat klub. Ia menjuarai Premier League dan Piala Champions. Di timnas, Rio menjadi bek tengah yang sangat tangguh untuk The Three Lions; berduet dengan John Terry, kapten Chelsea.
Sang adik, jebolan akademi West Ham seperti kakaknya, cukup sukses bermain di tingkat klub. Anton sempat menjadi pemain reguler The Hammers sebelum kemudian hijrah ke Sunderland. Untuk ukuran timnas, Anton sempat memperkuat Inggris U18, U20, dan U21. Namun, ia belum pernah dipanggil ke timnas senior Inggris sehingga bisa saja ia memperkuat Republik Irlandia.
Kalau di Inggris ada Rio-Anton Ferdinand, di Italia ada Fabio dan Paolo dari keluarga Cannavaro. Fabio Cannavaro pernah bermain di klub-klub besar seperti Parma, Juventus, dan Real Madrid. Bahkan Fabio menjadi palang pintu Los Merengues di usia yang tidak muda lagi, 36 tahun. Di tingkat timnas, Fabio sukses mengantar Italia menjadi juara Piala Dunia 2006 Jerman ketika ban kapten melekat di lengannya.
Meski tak sehebat sang kakak, Paolo adalah bek yang cukup ditakuti di Serie A. Sepeti Fabio, Paolo pernah bermain di Parma.
Pengganti kakak-beradik Neville adalah si kembar da Silva. Keduanya sama-sama jebolan Fluminense dan bergabung ke Setan Merah pada 2008. Namun, Rafael lebih konsisten bermain dibandingkan Fabio. Sir Alex sudah mempercayainya bermain 28 kali musim lalu sedangkan Fabio 24 kali.
Mengingat keduanya masih berusia sangat muda (20 tahun) kesempatan menjadi starting eleven di kubu Manchester United bukanlah isapan jempol. Permainan Fabio dan Rafael tidak hanya mengundang decak kagum para pemandu bakat atau sang manajer. The Times menyebut mereka sebagai penerus tradisi Garry-Phillip.
8. Bonaventure-Salomon Kalou
Dari tanah Pantai Gading, sekali lagi muncul kakak-beradik pesepakbola. Kali ini, Bonaventure dan Salomon dari keluarga Kalou yang kita bicarakan.
Bonaventure memulai kariernya di Eropa bersama Feyenord Rotterdam. Di klub Belanda ini, Bonaventure menjadi pemain reguler. Selanjutnya, ia hijrah ke tanah Prancis dan berlaga bersama tiga klub, Auxerre, Paris Saint Germain, dan RC Lens. Sempat bermain di Al-Jazira, Bonaventure menutup karier di SC Heerenveen. Urusan timnas, Bonaventure sudah mencetak 12 gol dari 51 penampilan.
Salomon lebih mengilap prestasinya dibandingkan sang kakak. Memulai debut Eropa di Feyenoord juga, Salomon direkrut oleh Chelsea pada 2006. Sejak saat itulah Salomon senantiasa menjadi supersub bagi The Blues. Total ia mencetak 55 gol dari 227 penampilan di Chelsea. Di timnas Pantai Gading, Kalou tapil 37 kali dan mengemas 13 gol. Dahulu, sebelum bermain untuk Pantai Gading, Salomon sempat ingin menjadi warga negara Belanda, namun permintaannya ditolak.
Ada pula Murat dan Hakan Yakin dari Swiss. Keduanya sama-sama memberikan kontribusi maksimal untuk timnas di era masing-masing. Murat sempat membela dua klub Jerman, Vfb Stuttgart dan 1.FC Kaiserslautern. Ia juga pernah membela Fenerbahce. Murat menutup karier di FC Basel pada 2006. Kini ia menjabat sebagai pelatih FC Luzern di Swiss.
Sang adik, Hakan, juga lebih banyak berkarier di klub lokal Swiss. Hakan sempat mencicipi dua liga yang digeluti kakaknya. Di Jerman, Hakan membela Stuttgart dan di Turki Hakan bergabung dengan Galatasaray.
Untuk urusan timnas, Hakan yang bisa menjadi striker atau gelandang serang, tercatat sebagai pencetak gol ulung. Dua golnya ke gawang Portugal di Grup A pada Euro 2008 membuat Swiss untuk pertama kalinya menang dalam putaran final Euro. Total Hakan bermain 86 kali dan mencetak 20 gol.
10. Gabriel-Diego Milito
Kakak-beradik terakhir dalam list ini adalah Gabriel dan Diego Milito dari Argentina. Gabriel yang lebih muda setahun berlaga di Liga Spanyol bersama Rea Zaragoza dan kini Barcelona. Namun, sayang Gabriel cukup rentan cedera dan usianya tidak muda lagi sehingga menjadi pilihan kedua di kubu Blaugrana. Gabriel dipanggil ke timnas senior 35 kali dan mencetak 1 gol.
Kakak-beradik terakhir dalam list ini adalah Gabriel dan Diego Milito dari Argentina. Gabriel yang lebih muda setahun berlaga di Liga Spanyol bersama Rea Zaragoza dan kini Barcelona. Namun, sayang Gabriel cukup rentan cedera dan usianya tidak muda lagi sehingga menjadi pilihan kedua di kubu Blaugrana. Gabriel dipanggil ke timnas senior 35 kali dan mencetak 1 gol.
Sang kakak, Diego, kini tengah menikmati persaingan keras di Serie A bersama Internazionale Milan. Milito menjadi penentu kemenangan Inter saat menjuarai Liga Champions tahun 2010 kala mengandaskan Bayern Muenchen 2-0 (mencetak 2 gol). Tahun ini, Milito juga membantu Inter Milan menjuarai Copa Italia dengan mencetak 1 gol saat Inter bersua Palermo di final dengan skor 3-1. Di timnas, Diego mencetak 4 gol dari 24 penampilan.
Sumber
http://sidomi.com/4774/10-kakak-beradik-pesepakbola-terbaik-bagian-1/
http://sidomi.com/4791/10-kakak-beradik-pesepakbola-terbaik-bagian-2/
Ikuti @beritaaneh