Rabu, 04 Juli 2012

Setelah Boyband dan Girl band, Kini Korea Dilanda Demam Dukun

Pamor dukun sedang kembali menanjak di Korea Selatan. Banyak pihak meminta jasa praktisi klenik tradisional, dalam bahasa Korea disebut mudang, buat pelbagai macam kepentingan. Mereka bahkan tampil di televisi dan kisah hidupnya dibikin film dokumenter.

Kantor berita Reuters melaporkan, dukun terkenal Kim Keum-hwa memimpin belasan ahli klenik mendoakan sebuah kapal di Pelabuhan Kota Incheon. Acara di awal pekan lalu itu diliput televisi nasional dan diikuti peserta dari banyak negara.

Menurut Kim selaku mudang senior, minat generasi muda pada ilmu perdukunan sedang marak kembali. "Banyak orang ingin belajar, atau setidaknya ingin tahu lebih banyak soal apa yang saya lakukan," ujar Kim.

Pernyataan Kim diamini oleh Hendrikje Lange, warga Swiss yang jauh-jauh ke Korea Selatan hanya untuk belajar jadi mudang. "Praktik spiritual ini sungguh-sungguh menghasilkan energi nyata," kata Lange.

Mudang adalah dukung dengan tradisi yang mengakar pada sejarah Korea kuno. Mereka kebanyakan perempuan yang dipercaya mampu berbicara dengan dewa melalui tarian dan nyanyian. Dukun Korea ini biasanya diminta memberkati bangunan baru, kapal hendak berlayar, serta meramal.

Kebangkitan lagi klenik kuno ini cukup mengejutkan. Warga Korea Selatan selama beberapa dekade terakhir dikenal amat religius. Negara itu memiliki jumlah pemeluk Kristen nomor dua se-Asia. Para misionaris bahkan pernah mengutuk para mudang sebagai pemuja setan.

Pemerintah Negeri Ginseng itu juga memberantas praktik mudang pada periode 1970-an. Alasannya, klenik menghambat modernisasi. Itu sebabnya, banyak mudang dipaksa berhenti dari profesinya jika tidak ingin ditangkap polisi.

Kini kondisi berubah. Politikus nasional banyak menghubungi para mudang buat berkonsultasi, demikian pula pebisnis. Bikin janji untuk bertemu dukun tak terlalu terkenal saja mulai susah. Bahkan para mudang itu mulai rutin masuk televisi. Popularitas mereka menanjak berkat tayangan reality show '1 night, 2 Day' serta film dokumenter 'YeongMae' karya sutradara Park Gi-bok.

Sosiolog Shin Kwang-yeong dari Universitas Seoul menyatakan fenomena kembali maraknya perdukunan di Korea Selatan terjadi karena warga negara itu terbebani tekanan sehari-hari.

"Banyak warga merasa hidup semakin tidak pasti, mereka merasa perdukunan memberi ketenangan, jangan dilupakan pula peran televisi yang banyak memberi ruang mudang tampil di ruang publik," ujar Shin.


http://www.merdeka.com/dunia/korea-selatan-dilanda-demam-dukun.html