Laman

Jumat, 18 Januari 2013

Bayi Masuk UGD karena Ayahnya Mencampur Susu dengan Alkohol

Selalu berhati-hatilah dalam memberikan makanan atau minuman kepada bayi Anda. Seorang bayi usia 8 minggu di Los Angeles harus mendapatkan perawatan di rumah sakit karena ayahnya diduga keliru mencampurkan minuman beralkohol ke susu formula yang dikira air.

Bayi tersebut segera dilarikan ke ruang UGD rumah sakit terdekat oleh pengasuhnya karena bayi mengalami masalah pernapasan, seperti terengah-engah dan lemas. Di rumah sakit, para dokter mencium bau alkohol pada bayi dan segera dilakukan tes darah untuk mengetahui kadar alkohol pada bayi tersebut.

Ayah dari bayi tersebut memberikan keterangan bahwa peristiwa ini disebabkan oleh kelalaiannya menuangkan minuman keras jenis liquor ke dalam susu formula bayi, yang semula disangka air. Sampai sekarang, masih belum diketahui dengan pasti apakah sang ayah mengatakan hal yang sebenarnya atau ada unsur kesengajaan.

Dokter menyatakan bahwa terdapat kadar alkohol yang tinggi pada darah bayi, bahkan setara dengan sekitar 5 kali batasan kadar alkohol yang ditetapkan secara hukum untuk orang dewasa yang mengoperasikan kendaraan bermotor.

"Bayi ini mengalami sebuah episode yang membahayakan nyawanya karena telah menunjukkan gejala seperti perubahan warna kulit atau tersedak," kata Dr. Taylor McCormick, dokter di Los Angeles County & University of Southern California Medical Center, yang menangani bayi tersebut.

McCormick menyatakan bahwa kasus keracunan alkohol pada bayi umumnya jarang terjadi dan beberapa kasus yang ditanganinya kebanyakan akibat penganiayaan atau ada unsur kesengajaan. Kasus keracunan alkohol pada bayi tersebut dilaporkan oleh McCormick dan rekan dalam jurnal Pediatrics edisi 14 Januari.

"Tidak banyak studi tentang keracunan alkohol pada bayi yang telah dilakukan, tetapi tampaknya metabolisme bayi lebih cepat merespons alkohol dibandingkan orang dewasa," kata McCormick, seperti dilansir myhealthnewsdaily.

Gejala keracunan alkohol pada bayi dapat meliputi kesulitan bernapas, lemas, aktivitas berkurang dan kejang. Efek jangka panjang pada bayi juga belum jelas karena belum banyak penelitian mengenai hal ini, tetapi kesulitan bernafas mungkin bisa menghambat aliran oksigen ke otak bayi dan bisa menyebabkan kerusakan otak.

Bayi malang tersebut harus mendapatkan perawatan di rumah sakit hingga beberapa bulan. Setelah perawatan selesai, para dokter menyarankan agar rutin mengontrol kesehatan bayi ke terapis karena dikhawatirkan bayi akan mengalami keterlambatan perkembangan.


Sumber
Detik.com