Selama pemboman dan penyerbuan Jalur Gaza pada musim panas tahun lalu, seorang tentara Israel mendekati seorang nenek Palestina 74 tahun, bernama Ghalya Abu-Ridha untuk diberinya minum.
Setelah memberi minum, tentara itu mengajak Ghalya foto bersama dan dia menembak nenek malang itu di kepala dari jarak satu meter.
Berdasarkan laporan Pusat Informasi Palestina, setelah itu tentara biadab ini menyaksikan Ghalya mati kehabisan darah.
Inilah yang disaksikan Ahmad Qdeh, seorang jurnalis di Al-Aqsa TV, selama agresi Israel terakhir.
Namun juru bicara tentara Israel, Avichay Adraee, hanya memperlihatkan foto saat tentara Israel itu sedang membantu wanita tua (Ghalya) minum.
Foto yang dibagikan oleh Adraee dimaksudkan untuk memperlihatkan sisi 'manusia' dari tentara Israel terhadap warga sipil di Jalur Gaza.
Penembakan warga sipil menjadi salah satu cerita yang dilaporkan Qdeh selama agresi Israel di Jalur Gaza.
"Ghalya Ahmad Abu-Ridha tinggal di daerah Khuza'a di timur Khan Younis. Saya tinggal di daerah itu juga dan saya membuat laporan televisi tentang kisahnya setelah tentara Israel menembaknya selama agresi."
Qdeh menambahkan, selama agresi, seorang tentara Israel mendekati wanita tua dan seorang tentara lain mengambil foto saat wanita itu diberi minum.
Mereka kemudian menembak wanita tua itu di kepala dari jarak satu meter dan membiarkan dia berdarah sampai dia mati.
Ghalya lahir pada tahun 1941. Dia tinggal sendirian di sebuah ruangan dekat rumah saudara-saudaranya di lingkungan Khuza'a.
Dia tidak punya anak. Lingkungannya adalah salah satu tempat pertama yang diserang oleh tentara Israel selama agresi.
Majed Abu-Ridha, keponakan Ghalya itu, menegaskan kepada media bahwa bibinya itu tunanetra dan hampir tidak bisa melihat. Dia mengatakan bahwa tentara Israel telah berbohong tentang kemanusiaan karena telah mengeksekusi bibinya dengan darah dingin.
Ghalya, dengan tubuh yang lemah dan rambut putih, menolak untuk meninggalkan rumahnya setelah tentara Israel memerintahkan penduduk Khuza'a mengungsi.
Dia berpikir usia tuanya akan melindunginya dari target sehingga dia tinggal di rumahnya dan menolak meninggalkan daerah itu.
Pada 3 Agustus 2014, pasukan Israel mengumumkan gencatan senjata dan memungkinkan staf medis untuk mencapai daerah Khuza'a. Ghalya ditemukan tewas setelah kehilangan banyak darah akibat ditembak di kepala di dekat rumahnya.
Kakaknya menegaskan bahwa foto bersama dengan tentara Israel meyakinkan keluarga bahwa Ghalya berada di tangan tentara Israel.
Keluarga juga percaya bahwa daerah di mana Ghalya muncul di foto dan di mana ia ditemukan tewas menegaskan bahwa pasukan Israel membunuhnya setelah mengambil foto untuk media.
Profesor media di Universitas Gaza, Ahmad Al-Farra, mengatakan foto yang disebarkan juru bicara militer Israel adalah propaganda menyesatkan.
"Mereka melakukan itu untuk menampilkan potret manusiawi tentaranya. Hal ini menjadi kesempatan untuk menuntut tentara Israel sebagai penjahat perang di hadapan Mahkamah Kriminal Internasional."
Al-Farra menekankan perlunya kampanye pencerahan media untuk pergi bersama dalam pertempuran di lapangan untuk memperbaiki citra palsu yang diperlihatkan Israel tentang tentara dan agresinya.
Israel melakukan perang 51-hari di Jalur Gaza yang merenggut nyawa sekitar 2.200 warga Palestina dan melukai sekitar 11.000 lainnya.
Sumber
Dream
Ikuti @beritaaneh