Dalam konferensi pers di aula SMPN 7, Jalan Ambon, Kota Bandung, kemarin, Azman didampingi Kepala SMPN 7 Bandung Nandy Supriyadi menyatakan kebanggaannya.
“Kompetitornya sangat banyak dari berbagai negara, sebelumnya saya sempat khawatir dengan pesaing asal Korea yang menggunakan Lego sebagai kit bodinya,” ujar Azman.
Negara lain yang menjadi kompetitor terberat seperti China justru dengan mudah dapat dia kalahkan. “Mereka meninggikan robotnya agar panel surya semakin dekat dengan sumber cahaya, tapi justru itu membuat bobotnya tidak efisien dan sulit berjalan mengikuti rel,” katanya.
Dia sempat memilih bahan yang lebih berat, tapi terakhir dipilihlah styrofoam, karet antiselip, dan motor yang ringan untuk merakit robotnya. “Sebelumnya telah dicoba penggunaan dinamo langsung, CD untuk ban, dan bekas gulungan selotip, tapi tidak efisien,” terang Azman.
Di bawah sinar lampu berdaya 2.000 watt yang disediakan panitia, robot dengan panel surya di atasnya itu bergerak 1 meter per menit sesuai sensor mengikuti rel berbentuk garis di bawahnya. Sensornya terdiri dari dua pasang LED dan reflector yang menyerap dan memantulkan cahaya sehingga dapat berbelok.
“Di bawah sinar matahari langsung, kecepatan delmannya mampu menembus 1 meter per detik,” ucapnya.
Azman dan delapan siswa SMPN 7 lainnya terpilih melalui seleksi ketat dari 400 siswa, kemudian mengalami uji kompetensi Bahasa Inggris untuk keperluan presentasi bahasa asing. Pada kompetisi itu, karya mereka ditandingkan dengan ribuan karya dari berbagai sekolah di seluruh Indonesia dan 13 negara peserta lain.
Dari SMP ini, diikutsertakan tiga orang untuk bertanding di kategori junior, sementara enam lainnya dibagi ke dalam tiga tim untuk kategori challenge. Kegemilangan prestasi yang diraih para siswa itu tak lepas dari upaya Eril Mozef dan Rachmat Nurcahyadin sebagai pembimbing. Keduanya membimbing enam tim dengan meriset komponen robot dari dasar tanpa meniru dari komponen robot mana pun yang sudah ada.
“Komponen yang kami temukan masih rahasia, namun prinsipnya kapasitor harus seperti kincir angin yang tidak dapat berputar kalau tidak ada air yang mengalir deras,” jelasnya.
Dia berhasil karena kriteria robot untuk perlombaan adalah yang menggunakan bahan dasar paling ringan dan komponen paling hemat energi. Dia sangat bangga kepada timnya, meski hanya satu orang yang membawa emas.
“Tim ini sangat solid dan mampu menyerap segala ilmu pengetahuan tentang robot dengan cepat, namun waktu evaluasi dirasakan kurang. Meski demikian, tidak ada yang pulang dengan tangan kosong, ”imbuhnya.
Pada kompetisi tersebut, SMPN 7 Bandung bersaing dengan ribuan kompetitor asal 13 negara yakni China, Korea, Amerika Serikat, dan masih banyak lainnya
Sumber
http://kampus.okezone.com/read/2011/12/20/373/544777/bahan-dasar-robot-paling-ringan-dan-hemat-energi