Untuk sebab terakhir, dokter bedah asal Inggris, David Nott menjadi saksi mata kesadisan itu. Ia mengaku memiliki bukti, para pria bersenjata menggunakan warga sipil sebagai target latihan menembak, bahkan ibu-ibu hamil -- atau lebih tepatnya jabang bayi di rahim mereka.
Dokter Nott yang baru pulang dari tugasnya di rumah sakit di Suriah mengatakan, beredar rumor di kalangan warga, sniper yang bekerja untuk rezim Assad, bertaruh, siapa berhasil menembak target, ia mendapatkan hadiah rokok.
"Dari pasien pertama yang datang ke klinik di pagi hari, kami hampir bisa menebak apa yang akan kami lihat selama sisa hari. Bagi mereka itu hanya permainan," kata Nott kepada The Times seperti dimuat Daily Mail, 18 Oktober 2013.
"Suatu hari peluru menargetkan pangkal paha seseorang. Berikutnya di dada kiri. Kadang dada lolos dari peluru, tapi luka menganga di leher."
Nott mengatakan, selama 20 tahun menjadi relawan di medan perang, baru kali ini ia menjumpai perempuan hamil jadi target.
Dia menggambarkan, suatu hari, dua pasien berturut-turut tiba di kliniknya. Keduanya dengan kondisi hamil, dengan bayi di perut mereka ditembak mati. "Dua perempuan itu ditembak di uterus. Diduga kuat itu disengaja. Aku tak bisa melukiskan dengan kata-kata betapa mengerikannya hal itu."
Biasanya, kata Dokter Nott, warga sipil luka atau bahkan tewas saat terjebak di tengah baku tembak. Tapi di Suriah mereka sengaja dihabisi. "Ini kali pertamanya aku melihat hal seperti ini. Ini memang disengaja. Apa yang terjadi bak neraka."
Bencana Kelaparan
Kematian di Suriah tak hanya disebabkan tembakan, mortir, atau senjata kimia. Di momentum Idul Adha lalu, sejumlah ulama di Suriah mengeluarkan sebuah fatwa kontroversial, membolehkan penduduk yang tinggal di daerah yang terkepung di luar Damaskus -- dalam kondisi terpaksa -- untuk makan daging keledai, kucing, bahkan anjing yang diharamkan oleh ajaran Islam. Demi mengatasi kelaparan parah.
Apapun polemik soal fatwa itu, kelaparan memang nyata-nyata terjadi di Suriah. Seperti Liputan6.comkutip dari BBC, seorang bocah berusia 11 tahun di Yarmouk mengaku bosan melihan teman-temannya satu per satu tewas.
"Sudahlah, kalau mereka (pasukan pemerintah) ingin menyerang kami dengan senjata kimia, lakukan saja! Tapi kalau bisa, baunya dibikin mirip roti, jadi kami bisa mati dengan bahagia." Miris...
Sementara, Amerika Serikat telah mendesak Pemerintah Suriah mengizinkan konvoi bantuan makanan ke warga sipil yang kelaparan di pinggiran kota Damaskus yang dikuasai pemberontak.
Washington mengatakan, pengepungan berbulan-bulan membuat warga kekurangan air, makanan, dan obat-obatan. Pihak AS juga mengutip laporan yang menyebut, anak-anak meninggal dunia akibat malnutrisi -- hanya beberapa kilometer dari istana Presiden Bashar al-Assad.
Setidaknya ada 3 wilayah pinggiran yang selama berbulan-bulan dalam kepungan: Yarmouk, Ghouta Timur, dan Moudamiyah.
"Kami menyerukan kepada rezim Suriah untuk segera menyetujui konvoi bantuan," kata juru Bicara Kementerian Dalam Negeri AS, Jen Psaki.
Dan ia memperingatkan bahwa "mereka yang bertanggung jawab atas kekejaman di pinggiran kota Damaskus dan di Suriah harus diidentifikasi dan bertanggung jawab ". (Ein/Riz)
Liputan 6
Ikuti @beritaaneh